Minggu, 29 Mei 2011

Tata Pembukuan Bendahara Menurut Kepmendagri No,900-099 Tahun 1980 , Lebih baik dari aturan dalam Permendagri No.55 Tahun 2008

Reformasi yang bergulir disemua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, tak terkecuali pada pengelolaan keuangan daerah. Gaung "perubahan" bergema dari semua arah, dari petinggi negeri sampai ke sudut-sudut kehidupan masyarakat. "perubahan", "paradigma", "reformasi" "akuntabilitas", "trasparansi", "partisipatif", "efektif", "effisien" dan berbagai kata yang jadi menu sehari-hari. Demi menciptakan kehidupan bangsa ke lebih baik, rasanya sah-sah saja, bahkan merupakan suatu keharusan. Tetapi perubahan dengan meniadakan sesuatu yang sudah baik, sesuatu yang telah terbukti efektif mewarnai kehidupan bangsa ini, ditinggalkan, dilupakan begitu saja dengan alasan hanya (harus) "perubahan". Seolah-olah hampir semua "gamang" bahkan mungkin saja "takut" disebut tidak reformis. atau boleh jadi merupakan suatu "kesempatan".
Salah satu yang berubah dari sekian banyak perubahan adalah tentang penata usahaan bendahara yang dirubah dengan Permendagri Nom0r 55 Tahun 2008, sebagai pengganti Kepmendagri Nomor 900 - 099 Tahun 1980.
Penata-usahaan pembukuan bendahara menurut Kepmendagri 900-099 Tahun 1980 sesungguhnya lebih baik dari segi pengawasan dan pengendalian terhadap bendahara, memepersempit peluang bagi bendahara untuk mengotak-atik dokumen bukti dan pembukuannya. Tidak seperti yang diatur pada Permendagri 55 Tahun 2008, yang pada prakteknya rentan dengan tindakan kecurangan administrasi.
Guna memberikan gambaran bagaimana penatausahaan menurut Kepmendagri 900-009 Tahun 1980 lebih menjamin pengendalian dan pengawasan administrasi kebendaharaan berikut dikutip sebagian ketentuan antara lain:
Pembuatan Kuitansi
Persyaratan kuitansi harus dibuat beberapa lembar, terdiri dari lembar asli dan tembusan, tembusan harus menggunakan karbon atau menggunakan kertas berwarna yang berbeda antara asli dan tembusan. Maksudnya agar kuitansi tidak dapat digunakan berulang-ulang. Bila saat ini kuitansi diprint/dicetak lembar perlembar, sulit membedakan mana yang asli dan tembusan, maka kemungkinan penggunaan kuitansi berulang-ulang bisa saja terjadi.
Buku Kas Umum
Ketentuan Buku Kas Umum, harus dalam bentuk buku, ditulis tangan , dengan tinta hitam atau tinta biru. Pada halaman pertama buku kas umum dibuat berita acara tentang kapan dimulainya buku dipakai, berapa jumlah halaman, halaman pertama ditanda-tangani , halaman berikutnya difaraf oleh bendahara, dan pada lembar terakhir tersedia lembar berita acara pemeriksaan yang dilakukan.
Tulisan tangan karena buku kas tidak boleh dikerjakan orang lain, Bila terjadi kesalahan tulis maka hanya dapat dilakukan dengan contra pos, atau dengan coretan garis lurus, yang salah masih terbaca, perbaikannya ditulis diatas. Tinta hitam atau biru, karena tinta hitam dan biru tahan terhadap lembab sehingga sebagai arsip bisa bertahan lama.
Berita acara pemakaian buku kas umum dan halaman yang diparaf, dimaksudkan untuk menghindari halaman yang hilang atau sengaja dikoyak, karena kesalahan kekeliruan pembukuan harus tetap tertera dalam buku kas umum tersebut.
Halaman terakhir disediakan lembar pemeriksaan, yang berisi tanggal pemeriksaan, nama dan jabatan yang memeriksa, dan catatan-catatan tentang pemeriksaan.
Nah....dengan alasan kemajuan tehnologi, atau dengan alasan "perubahan" silakan pilih yang mana.

2 komentar:

  1. Assalamualaikum wr.wb..
    Bapak saya tertarik dengan tulisan Bapak tentang perbandingan Permendagri thn 1980 dengan tahun 2008, tentang penulisan BKU dan kuitansi..kebetulan saya seorang bendahara BOS di sekolah..ada beberapa perdebatan tentang penulisan kuitansi yang sampai saat ini masih belum ada jawaban yg memuaskan..untuk itu dapat kiranya Bapak berkenan untuk memberikan informasinya.
    Adapun yg jadi pertanyaan saya selama ini adalah, sebenarnya untuk aturan sekarang, bolehkan kuitansi (kuitansi pembelian barang/jasa) itu dibuat sendiri oleh bendahara dengan cara diprint out/diketik? ataukah kwitansi itu mutlak harus dibuat oleh penjual saja?
    Kalau boleh peraturan yang mana yg membolehkannya, sebab di permendagri no 55/2008 tidak disebutkan tatacara penulisan kwitansi.
    Demikian pertanyaan saya, atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih

    BalasHapus
  2. Bpk.Yth. Bpk Suandani.
    Kwitansi yang membuat harus bendahara, yang ditampilkan adalah format baku, sementara itu penjual ikut menanda-tangani kwitansi sebagai penerima uang. yang perlu dilampirkan dari penjual minimal adalah faktur (tergantung nilai uang).Jika nilainya besar tentunya perlu lampiran lebih lengkap. Pengelolaan dan format kwitansi diatur dengan Peraturan Kepala Daerah. Permendagri ataupun lainnya tidak mengatur hal tersebut.\
    Trims.

    BalasHapus