Sebut saja namanya Atan , mantan staf dan bendahara di kantor dimana saya pernah jadi pimpinannya. Kariernya memang dimulai dari golongan II/a tamatan SLTA, Sekarang sudah sarjana hukum, sudah tidak bendahara lagi , sudah jadi pejabat dengan kedudukan orang kedua disebuah dinas yang masih berkutat sekitar “uang”. Bedanya kalau dulu memegang uang , sekarang hanya pada urusan administrasi.
Sebagai mantan bendahara dia memahami tugas, wewenang dan tanggungjawab bendahara yang dilakoninya lebih dari lima tahun. Namun ketika berurusan dengan administrasi “musibah” sebagai “tersangka” disandangnya pada rentetan kasus sisa uang akhir tahun ( UUDP/UYHD) yang belum disetor oleh bendahara pembantu sampai waktu yang ditentukan.
Selaku mantan pimpinannya sekaligus sebagai instruktur keuangan yang telah memfasilitasi hampir ratusan bendahara melalui diklat pengelola keuangan merasa miris dan menyedihkan bila ada yang tersangkut kasus bahkan ada yang telah dan sedang menjalani hukuman, sedang terlilit masalah. Tentunya sangat mengusik hati nurani saya. Tanpa berburuk sangka terlepas dari benar atau salah , yang diinginkan hanyalah mencoba mengevaluasi masalah yang terjadi membandingkannya dengan implementasi dilapangan.
Penetapan tersangka kepada 3 pejabat selain dari yang telah dijatuhi hukuman (pembantu bendahara) memang membuat miris dan mengundang tanda tanya apakah terkait dengan aliran uang atau hanya administrasi. Pertanyaan inilah yang pertama diajukan kepada Atan ketika “curhat”. “ Administrasi Pak !! kok bisa jadi tersangka.?!” balik dia yang bertanya. Saya terdiam tidak bisa menjawab, memahami kegelisahannya terlihat jelas pada raut wajahnya seperti piring retak seribu. Selanjutnya tidak kurang dari tiga jam saya mengurai kembali tentang aturan sistim dan prosedur pengelolaan dan praktek keuangan daerah, berharap dia ingat dimana kekeliruan terjadi. Namun sebagai seorang pejabat pengelola keuangan dia paham dan sudah melaksanakan tahapan-tahapan administrasi sesuai dengan tugas, wewenang dan tanggung jawabnya. Lantas..... apa lagi ???.
Mungkin perlu untuk diingat-ingat , bahwa administrasi negara/daerah memisahkan antara administrasi pemerintahan ( struktural) dengan administrasi keuangan (fungsional ?) kendati keduanya mempunyai hubungan yang erat dan tidak terpisahkan. Bedanya (beda tipis ) hanyalah pada hirarki kewenangan dan tanggung jawab . persamaannya pada akuntabilitas pemerintahan. Contoh bagaimana perbedaan antara keduanya adalah pada penunjukan dan pengangkatan pejabat struktural ( Sekretaris Daerah/Asisten/Kepala SKPD/Sekretaris/Kabid/Kabag/Kasi dst ) diangkat melalui Surat Keputusan (SK) yang berlaku sampai dengan SK tersebut dicabut. Sedangkan pejabat fungsional seperti Bendahara Umum Daerah (BUD)/ Pengguna Anggaran (PA)/Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)/Pejabat Pengelola Keuangan ( PPK )/Bendahara dsb, diangkat dengan SK yang masa berlakunya hanya satu tahun anggaran. Contoh lain diterapkan dalam dokumen kelengkapan perjalanan dinas memerlukan 2 (dua) Surat Perintah ( SP ) yaitu Surat Perintah Tugas ( SPT ) administrasi pemerintahan dan Surat Perintah Perjalanan Dinas ( SPPD ) bentuk administrasi keuangan. Ketentuan ini akan menyebabkan tidak otomatis kepala SKPD sekaligus adalah Pengguna Anggaran ( PA ) sebelum menerima SK sebagai PK , demikian juga pejabat lainnya.
Lantas... Siapa dan bagaimana keuangan daerah itu diurus ..?
Ada 2 (dua) jenis kepengurusan keuangan yaitu 1) Pengurusan Umum (Administrasi ),
dan 2)Pengurusan Khusus ( Kebendaharaan ).
1), Pengurusan Umum ( Administrasi )
Pengurusan administrasi meliputi tindakan otorisasi atau tindakan menyebabkan uang/barang diterima atau dibayar, yang merupakan kewenangan dan tanggungjawab Pengguna Anggaran atas dasar peraturan perundang-undangan baik UU/PP/Kepres/Permen/Perda/Perkeda/SK dst ) dan tindakan ordonasi atau suatu tindakan yang dilakukan sebelum otorisasi ditetapkan seperti verifikasi, pemeriksaan, perhitungan atas bukti dasar dan dokumen pendukung serta ketepatan tujuan pengeluaran sesuai dengan APBD. Kewenangan ini dilaksanakan oleh PPKD/BUD (Fungsional ),PPK-SKPD dan PPTK ( Administratif) . Ordonansi dilakukan sebelum ( SKP/SKR/SPP) dan atau sesudah ( SPJ,NPD ) dilakukan penerimaan atau pembayaran.
2.) Pengurusan Khusus ( Kebendaharaan )
Pengurusan kebendaharaan meliputi kewajiban dan kewenangan menerima dan menyetor,menyimpan, menatausahakan dan mempertanggungjawabkan uang/barang secara pisik dengan didukung bukti yang sah dan dokumen yang dipersyaratkan. Kewenangan ini dibedakan antara BUD, Bendahara Penerima, Bendahara Pengeluaran dan Pembantu bendahara.
Lumrah,..setiap kewenangan selalu diikuti dengan tanggungjawab. Pertanggungjawaban keuanganpun terbagi dua, yaitu tanggungjawab terhadap kebenaran bukti-bukti dokumen penerimaan/pengeluaran dan tanggungjawab pisik uang , keduanya merupakan tanggungjawab Pengguna Anggaran bersama Bendahara/Pembantu Bendahara, sedangkan PPKD/BUD, PPK-SKPD bertanggungjawab dengan kebenaran pembebanan APBD, perhitungan dan dokumen pendukung penerimaan atau pengeluaran uang ( Ordonasi/legal administratif) tanpa melihat aliran fisik uang.
Bendahara tidak punya kewenangan untuk menerima atau membayar tanpa otorisasi dari pengguna anggaran, otorisasi itupun seharusnya dilakukan setelah adanya tindakan ordonansi. Bagi bendahara pembantu, bila penunjukan melalui SK KDH atau BUD ketentuan yang sama diberlakukan. Namun jika penunjukan pembantu bendahara dari Kepala SKPD/PA maka pertanggungjawaban bendahara pembantu harus melalui/kepada bendahara.
Respon Atan atas penjelasan saya, hanya mangut-mangut, sudah empat batang rokok menjadi abu, mungkin saja pikirannya melayang menyertai kepulan asap yang sudah memenuhi ruangan . Saya paham kebiasaannya kalau lagi stres. Namun saya belum mau berhenti bicara dan menjaga betul jangan sampai menggurui apalagi menyalahkannya.
Media masa memberitakan kasus yang diperkarakan adalah tentang sisa UUDP (Uang-uang yang harus dipertanggung jawabkan ) yang pada akhir tahun tidak disetor sampai batas yang ditentukan. Artinya semua proses dan prosedur pengelolaan keuangan sudah berjalan sesuai dengan ketentuan. Anggaran ada, serta tepat tujuan, bukti dasar dan dokumen pendukung lengkap sudah diverifikasi dan dipertanggungjawabkan.Klir sudah , akhir tahun masih ada uang berlebih yang wajib disetor kembali ke Kas daerah tapi belum disetor-setor juga, yang konon menurut pengakuan bendahara pembantu uangnya sudah tidak ada alias habis terpakai atau dipakai. Inti persoalannya ya itu... ada sisa uang tidak disetor, karena uangnya sudah tidak ada alias habis. Jadi kemana uang tersebut raibnya.?? Hanya yang bersangkutanlah yang tahu, dan inilah yang ingin dibuktikan di pengadilan.
Letak salah saya dimana Pak...? Tanya Atan sedikit bergumam. Jelas saya tak dapat menjawab, yang dapat saya lakukan hanya merangkum apa yang telah dijelaskan diatas bahwa, jika yang dipersoalkan adalah sisa UUDP berarti dalam proses administrasi sudah berjalan benar, berarti “Aman” tidak usah khawatir.
Yang perlu dikhawatirkan persepsi yang berbeda dalam mengartikan saalah satu pasal dalam peraturan perundangan-undang keuangan daerah yang menjadi acuan tentang pertanggungjawaban keuangan, dimana dinyatakan bahwa”
“ Pejabat yang menanda tangani dan atau mengesahkan dokumen yang berkaitan dengan surat bukti yang menjadi dasar penerimaan dan/ pengeluaran atas pelaksanaan APBD bertanggungjawab atas kebenaran materil dan akibat yang timbul dari penggunaan surat bukti tersebut”
Nah yang bermasalah bukan kebenaran surat bukti seperti yang dimaksud dalam pasal tersebut. Tapi sisa uang yang tidak dikembalikan ke Kas Daerah, Oleh karena kewenangan dan tanggungjawab Atan terbatas pada verifikasi SPM berserta lampirannya yang diterimanya dari SKPD, jika sudah oke tentu segera diterbitkan SP2D. SP2D bukan pula untuk mencair/pengambilan uang, tapi semacam surat perintah pada kas daerah untuk memindahkan sejumlah uang kerekening bendahara/pembantu bendahara SKPD pada Bank yang sama. Selanjutnya sudah urusan pengguna anggaran dan bendahara/pembantu bendahara kapan uang ditarik dari rekening dan digunakan untuk apa. Jadi seharua Atan tidak usah terlalu khawatir.
Hanya saja diperlukan penguasaan pengetahuan sistem dan prosedur pengelolaan keuangan serta kecakapan dalam memberi keterangan singkat dan jelas. Bila hanya mengacu pada potongan kalimat “ Pejabat yang menanda tangani atau mengesahkan....dst..dst “ digunakan, bakalan banyak yang “kena” Karena satu transaksi penerimaan dan atau penggunakan anggaran melibatkan banyak orang.
Sampai disini, saya memutuskan untuk menyudahi “ceramah” saya, karena sudah terlihat ada kebosanan atau kelelahan diwajahnya. Mendekati magrib dia pamit. Pelahan saya lepas kepergiannya dengan menggumamkan sebuah lagu lama yang sangat populer di republik yang tercinta ini. Nyayian
Kenape elu, elu delak delok
Mangkenye aye delak delok
Sang Kodok, eh kerak kerok
Percayalah Tan , Allah tidak pernah tidur. Amin.
“ Sang Kodok “
Sang Bango ,hei sang BangoKenape elu, elu delak delok
Mangkenye aye delak delok
Sang Kodok, eh kerak kerok
Sang Kodok eh,eh sang Kodok
Kenapa elu kerak kerok
Mangkenye aye kerak kerok
Orang-orang eh,pada ngorok
Orang-orang eh,eh orang-orang
Kenape elu , eh elu pada ngorok
Mangkenya aye pada ngorok
Mimpi aye eh mimpi si denok
Si denok...ee sidenok, Lah...sudahlah....Percayalah Tan , Allah tidak pernah tidur. Amin.